Forgive
Suara ketukan pintu kamar hotel yang menjadi tempat persembunyian perempuan itu selama dua hari ini terdengar olehnya, menandakan adanya seseorang yang berkunjung. Ia tahu betul jika siapa yang akan berkunjung, pasalnya waktu saat ini menunjukan jam pulang kantor dan satu satunya orang yang mengetahui keberadaannya tidak lain adalah Julian, sang teman dekatnya.
Dengan malas Disya menghampiri pintu untuk membuka akses masuk temannya itu ke dalam kamar hotel, namun saat pintu terbuka ia tentu saja terkejut. Pasalnya bukan sosok Julian yang berada diambang pintu, melainkan seseorang yang mengisi penuh pikirannya selama dua hari ini, ia Jeffry.
Dengan cepat ia kembali menarik knop pintu untuk menutupnya, namun pintu itu tak sempat tertutup. Disya menoleh dan menemukan jika sepatu Jeffry menahan untuk menghalangi pintu kamar hotel.
Perempuan itu lantas melirik Jeffry dengan tatapan seolah mengatakan singkirin kaki lo dan itu berhasil, namun kini tangan Jeffry ikut memegang knop pintu luar.
“Sya, we need to talk.” Ucap pria itu.
“Ngomongin apa? Mau bawa gue pulang ke rumah Papa? Sorry.” Disya kembali menarik knop pintunya, namun lagi Jeffry menahannya.
“Oke gue minta maaf sempet salah paham sama lo, tapi biarin gue masuk dulu.” Pinta Jeffry yang kini berhasil membujuk Disya, perempuan itu meninggalkan pintu yang terbuka membiarkan Jeffry masuk ke dalam kamar hotel.
Bahkan pria itu masih dalam setelan jas kerjanya dengan penampilan masih rapi, berbanding dengan Disya yang hanya mengenakan kaus oversize selutut yang ia beli secara acak malam kemarin tentu dengan ikatan rambut yang terlihat asal.
“Ngapain dateng kesini? Perasaan gue minta Jul yang dateng, tapi yang dateng malah bukan dia.” Disya mendudukan dirinya di sofa diikuti Jeffry, mereka kini duduk saling berhadapan dengan suasana yang masih terlihat ada penghalang diantara mereka.
Jeffry berdeham, tentu ia sebenarnya masih marah pada Disya namun ia juga ingin mengetahui tentang apa yang sebenarnya sesuatu yang terlewatkan oleh dirinya saat melihat kejadian tempo hari di basement apartement.
“Suami lo Julian atau gue?” Jeffry menjawab pertanyaan Disya dengan Pertanyaan seolah menyindir.
“Oh syukur deh masih diakuin istrinya.” Jawab Disya asal.
“Gue dateng kesini bukan buat ngajak lo adu mulut Sya, tapi gue minta penjelasan atas kesalah pahaman yang gue liat waktu itu. Please, gue minta lo jujur tentang lo, semuanya. Gue mau kita terbuka satu sama lain, ga ada yang namanya main rahasia.” Jeffry memberi penekanan pada setiap kalimatnya.
“Lo pasti kecewa Jeff sama gue.” Ucap Disya dengan senyum pahitnya.
“Kecewa? Udah, gue udah kecewa Sya. Kecewa akan harapan gue kalo lo secara perlahan bisa menerima gue, tapi nyatanya apa yang gue dapatkan?”
“Jeff-”
“Tapi gue dateng kesini buat dengerin penjelasan lo, gue minta maaf dan begitupun maafin lo.”
“Lo maafin gue?”
“Lo ga mau mempertahan kan kita?”
Kalimat yang di lontarkan Jeffry tentang mempertahankan hubungan mereka sukses membuat buliran bening mengalir dari pelupuk mata Disya dalam diam, Jeffry yang melihat itu hanya bisa mengacak rambutnya sendiri.
“Jeff, gue.. sama Kak Wilfan..” Perempuan itu kini menunduk tak sanggup melihat netra hitam Jeffry.
“Gue dari dulu waktu sekolah emang suka sama Kak Wilfan, bahkan setelah gue ketemu sama lo dan.. dan gue nikah sama lo, perasaan gue masih ada buat Kak Wilfan. Iya gue tau Kak Wilfan sama Diaz waktu itu tapi semua rasa gue ada sama dia, dan setelah gue tau kalo mereka nikah mungkin saat itu juga gue harus bisa melupakan sosok Kak Wilfan. Tapi gue gak bisa Jeff, gak bisa.”
“Dan pertemuan serta insiden yang terlibat sama lo waktu itu, sesaat gue teralihkan, gue teralihkan akan kehadiran lo. Gak sepenuhnya ilang, cuma.. lo juga udah jadi sebagian dalam hidup gue, ngerti ga? Tapi dengan kejamnya semesta bikin lelucon gue ketemu Kak Wilfan.”
“Saat itu juga titik terlemah gue muncul lagi, segala yang udah gue kubur semuanya balik lagi, Kak Wilfan dan perasaan gue buat dia ada lagi.”
Disya sesaat mengusap kasar pipinya yang basah.
“Waktu lo liat gue di basement, iya dia confess ke gue. Dan lo bilang gue- kissing with him, apa gue gak punya hati sampe segitunya? Please hilangin pikiran lo tentang gue dan Kak Wilfan yang lo bilang ciuman tapi sumpah demi apapun gue gak lakuin itu, iya dia sempet mau cium gue tapi gue? Menghindar Jeff.”
“Lo marah dan kecewa sama gue wajar Jeff, gue emang jahat sama lo. Rasanya gak pantes banget gue di maafin sama lo.” Ujar Disya dengan menertawakan dirinya sendiri.
Jeffry sedari tadi yang mendengarkan Disya dengan tenang kini terdiam, ia menyandarkan tubuhnya pada sofa seraya kembali mencerna kalimat apa yang Disya jelaskan padanya.
“Gue maafin.”
Ucapan Jeffry membuat Disya mendongak melihat Jeffry yang menatap langit-langit kamar hotel.
“Tapi dengan satu syarat.” Jeffry kini menatap Disya.
“Jauhin Wilfan.”