233


Saat Disya menapakkan kakinya di lantai rooftop semilir angin sore hari menyambutnya dengan asap rokok yang berhembus menyapa hidungnya, ia seketika menoleh dan mendapati satu orang yang berdiri tepat pada pagar pembatas.

Seorang lelaki dengan postur yang amat ia kenali tengah membelakanginya itu belum menyadari kehadirannya, Disya sesaat melihat kilas balik dalam ingatannya tentang lelaki itu. Seorang Wilfan Aditya Fajhira, lelaki yang sempat ia kagumi hingga ia sukai sebagai seorang pria semasa sekolah menengah.

Lelaki yang mempunyai kepribadian ramah, murah hati, pintar serta rupawan tentu saja dapat menarik perhatian perempuan di sekolahnya dahulu. Bahkan ia ingat, dahulu ketika ia mendaftar untuk mengikuti seleksi OSIS alasannya adalah seorang Wilfan yang begitu menarik perhatiannya.

Dan setelah mengenal Wilfan karena sering terlibat dalam banyak kegiatan, ia jatuh. Jatuh semakin dalam pada pesona lelaki itu, ia melibatkan banyak perasaan yang ditunjukan untuk Wilfan.

Lalu setelahnya ia mendapat perlakuan dan perhatian istimewa, yang membuatnya merasa jika lelaki itupun menaruh perasaan yang sama. Tentu ia senang kala mendapat balasan masalah hatinya itu, namun belum lama mereka saling mengenal, kabar Wilfan berkencan dengan teman baiknya itu terdengar.

Disya menggelengkan kepalanya, menepis semua ingatan pahit semasa sekolah yang muncul kembali dalam benaknya.

Ia kini memusatkan atensinya kembali pada Wilfan yang masih bergeming dengan sepuntung rokok di tangannya, ia harus membicarakan tentang perasaanya yang beberapa waktu lalu membuncah kembali saat Wilfan hadir lagi dalam kehidupannya yang baru.

Juga ia amat sangat penasaran akan hal yang masih mengganggu pikirannya tentang Diaz, yang Jeffry sampaikan hanyalah Wilfan membunuh buah hatinya sendiri.

Apakah benar jika Wilfan melakukan hal keji itu?

Ia sungguh tidak memercayai hal itu, mengingat dahulu Wilfan adalah lelaki baik hati yang tidak tega melihat kucing jalanan terluka.

Okay Disya, bukan saatnya lo mikirin hal itu. Cukup urusin urusan lo sama dia biar semuanya kelar. Stop terobsesi sama dia, benahi perasaan lo, sekarang lo punya perasaan yang harus dijaga.

Disya melangkahkan kaki setelah memantapkan tekadnya, kemudian ia berdiri tepat di samping Wilfan. Lelaki itu secara refleks membuang rokok dan meninginjaknya setelah mendapati kehadiran Disya. Karena lelaki itu tahu, jika Disya tidak suka akan asap rokok.

“Maaf, lo pasti nunggu lama.” Ujar Disya.

“Engga.”

Keduanya memandang perkotaan yang mulai dipadati oleh orang-orang yang hendak pulang dari pekernyaan mereka, ditemani semilir angin yang masih berhembus di ketinggian gedung.

“Gue barusan ketemu Diaz.” Wilfan mulai berbicara tanpa menoleh pada Disya.

“Gue seneng, akhirnya dia ketemu sama orang yang bakal jaga dia dengan lebih baik.” Disya mengerutkan alisnya ketika mendengar perkataan Wilfan.

“Cowok itu bakalan kasih Diaz kebahagiaan bukan penderitaan yang sempet gue torehkan.” Disya melihat jelas Wilfan tersenyum pahit.

“Lo pasti udah tau dari Jeffry kan?” Wilfan kini menoleh pada Disya.

“Tau apa?”

“Lo mau pura-pura atau emang engga tau tentang gue sama Diaz?”

“Aah itu, intinya gue tau. Tapi gue gak mau tau tentang permasalahan kalian itu apa, karena gue disini sekarang bukan mau bahas tentang kalian. Gue... mau memperjelas tentang gue.. dan lo, Kak.” Disya memalingkan wajahnya, ia entah mengapa merasa jika keberanian yang ia kumpulkan jatuh melompat dari atas gedung tempat ia berpijak.

Wilfan mengangguk, tanda ia mengerti kemana arah Disya akan berbicara.

“Lo udah nikah sama Jeffry dan lo mau memperjelas itu?”

“Kak, lo kalo udah ngerti berarti paham ya sekarang kita harus gimana? Maksudnya iya gue juga masih punya perasaan sama lo seperti kata gue waktu itu, tapi sekarang gue udah ada Jeffry. Dulu gue akui memang suka bahkan suka gue sampe ada ditahap obsesi sama lo, lo tau kenapa gue bisa bilang obsesi?”

Wilfan diam tak bersuara menunggu perempuan di hadapannya selesai menjelaskan.

“Karena dunia gue berputar di lo, Kak. Lo titik pusat kehidupan gue saat itu, tapi apa yang gue dapat? Dunia lo bukan berputar untuk gue. Gue.. sebesar rasa suka dan sayang gue sama lo dulu sampe gue gak bisa membuka hati gue untuk orang lain, karena yang gue inginkan cuma lo. Gue juga sempet nungguin kalo suatu saat kita bisa ketemu lagi, dan balik lagi. Bertahun-tahun gue berusaha buat lupain lo, tapi gue selalu gagal. Gue selalu inget lo dalam apapun yang gue lakuin. Sebesar itu pengaruh lo dalam hidup gue Kak, dan waktu Jeff datang gue sempet lupa sama lo. Tapi dengan kejamnya takdir permainin gue dengan kembali ketemu lo.”

“Maaf Sya, gue terlambat, gue sebenernya mau cari lo dan balik sama lo. Tapi keadaan gue belum pulih sepenuhnya dan masalah gue masih belum tuntas. Andai gue engga jadi anak penurut, mungkin gue dan lo engga akan kayak gini sekarang.”

“Tolong jangan berandai, gue gak mau hal itu karena kenyataan yang nanti bakal jadi tamparan.”

“Kayaknya sekarang giliran gue buat lupain lo ya, Sya?” Wilfan menatap Disya lekat.

“Padahal dunia gue sedari dulu berputar di lo, dan gak pernah berputar untuk orang lain. Tapi yaudah, mungkin ini cara penembusan dosa gue kali ya? Lupain lo.”

“Gue udah bisa lupain lo Kak, lo juga bakalan bisa lupain perasaan lo itu ke gue.”