218


Setelah menempuh perjalanan sekitar empat jam dari agenda berlibur mereka bersama para temannya, sore itu setelah mengantarkan Diazyra ke apartemennya, kini Jeffry dan Disya tiba di kediaman mereka dengan tenang.

Jeffry yang merasa tubuhnya pegal akibat menyetir sepanjang jalan, dengan segera ia merebahkan tubuhnya diatas sofa sembari menggeliat.

Sementara itu, Disya dengan cekatan berbenah menaruh barang-barang. Masih dengan perasaan kesal, ia merutuk dalam kegiatannya berbenah. Perempuan itu masih tak habis pikir dengan apa yang Jeffry permasalahkan.

Ia mengakui jika ia memang sedikit membuat kesalahan, tapi apakah hal kecil seperti itu benar-benar membuat suaminya marah bahkan sejak di perjalanan pun lelaki itu mengabaikan eksistensinya dan hanya berbicara pada Diaz, bahkan sampai saat ini Jeffry masih enggan untuk berbicara padanya.

Kini perempuan itu menghampiri Jeffry yang masih bergeming di sofa dengan mata terpejam, ia berjongkok memperhatikan raut wajah Jeffry yang amat terlihat kelelahan. Tangannya meraih jemari Jeffry yang menggantung kemudian menautkannya.

“Jeff, aku kan udah bilang maaf. Kamu kok tega banget sih gak maafin aku? Masalah sepele loh padahal, masa iya kamu cemburu masalah gitu doang. Kan udah jelas aku tuh ga ada hubungan bahkan dari sebelumnya aku sama kak Deon gak ada apa-apa. Kamu sendiri juga tau kan kalo aku sempet nolak kak Deon? Jangan marah, jangan diemin aku kayak gini dong, gak enak tau.”

Disya masih menatap Jeffry, sesaat ia berpikir mungkin lelaki dihadapannya tertidur. Namun setelah merasakan jika jemari yang ia genggam mendapat balasan dan menariknya hingga wajah Disya kini bertabrakan dengan bahu Jeffry.

“Siapa yang marah, hm?” Lelaki itu terkekeh mendapati jarak wajah mereka terpaut dekat.

“Ih! Nyebelin deh.”

“Siapa yang nyebelin?”

“Kamu Jeff, Kamu!”

“Kamu tuh ya, mana ada aku marah cuma gegara gitu doang?”

“Buktinya kamu diemin aku Jeff, mana pake blok-blok-an segala. Aku ngomong kamu kacangin, bilang maaf gak ditanggepin.”

“Ngisengin kamu doang, sayang. Aku tau kamu gak punya perasaan lebih ke Deon, tau banget, kalo ada ya kamu bukan punya aku sekarang.

“Tuh kan nyebelin banget ih jadi orang, aku udah overthink takut kamu beneran marah.”

Sebenarnya Jeffry sedari tadi mati-matian menahan dirinya, ia sengaja menjahili Disya dengan mengabaikannya.

“Udah jangan cemberut mulu, jelek.” Jeffry membelai helaian rambut Disya perlahan.

“Tau ah, nyebelin banget.” Disya hendak beranjak dari posisinya, namun tertahan oleh Jeffry.

“Sini aja, temenin dulu bentar.” Jeffry menepuk sofa disebelahnya.

“Kamu kalo mau tidur di kamar aja, jangan disini.” Ujar Disya dengan wajah juteknya.

Dengan tanpa peringatan, Jeffry menarik lengan Disya dengan kuat hingga tubuh perempuan itu jatuh diatas tubuhnya. Kemudian ia membaringkan Disya disampingnya diikuti kedua tangannya yang segera mengunci tubuh istrinya.

“Jeff.”

sst udah diem dulu, temenin aku tidur bentar.”

Disya tidak bisa berkutik, tubuhnya terkunci oleh tubuh Jeffry, bibirnya kelu saat perasaan itu kembali menyeruak dalam hatinya. Degupan jantungnya bekerja dua kali lipat saat mendapatkan kenyamanan yang diberikan oleh Jeffry.

Kini ia menyamankan dirinya dalam dekapan Jeffry, menelusupkan kepalanya pada dada bidang milik lelaki itu. Mereka saling berbagi kehangatan dalam sempitnya sofa, di sore hari.