19
Manda berdiri di depan pintu kamarnya sendiri sejak sepuluh menit yang lalu, ia ragu untuk mengetuk pintu lantaran takut menganggu seseorang yang tengah beristirahat di dalam sana. Namun, mau tak mau ia harus mengatakan perihal pesan yang disampaikan oleh pihak terkait mengenai seseorang yang kini masih tak bersuara di dalam kamar.
Gadis itu memantapkan dirinya mengetuk pintu, semula saat Manda mengetuk tidak ada respon, namun saat ketukan kedua suara baritone itu terdengar.
Membuat Manda membuka pintu tersebut dengan celah kecil seraya dirinya mengintip.
“Emm Abijay, sorry banget gue ganggu waktu istirahat lo, ini boleh masuk ga?”
Mendengar itu, Abijay yang sedari tadi hanya berbaring segera membenarkan posisinya, ia kini menyandar pada headboard ranjang.
“Masuk aja kali.”
Setelah dipersilakan, gadis itu berjalan dengan canggung lalu ia duduk di kursi yang ada di samping ranjang.
“Anu.. itu.. emm staff ZeroMiles katanya mau kesini buat jemput lo.”
Abijay sedikit terkekeh kala mendengar penuturan Manda.
“Lo gugup ya ngomong sama gue?” Tanya lelaki itu.
Tidak seperti yang dibayangkan friend, ternyata gue gugup banget anying depan Abijay.
Manda merutuk dalam hati.
“Hehe, yakali kan gue baru ketemu sama lo. Apalagi lo itu member ZeroMiles, favorit gue tuh hehe.”
“Santai aja sama gue, eh lo seriusan Miles?” Abijay memastikan.
“Lo juga bisa liat sendiri kan, kamar gue isinya penuh apaan.”
“Ah, oke oke.” Abijay memperhatikan satu per satu poster yang terpasang memenuhi satu sudut kamar milik gadis disampingnya kini.
“Oh iya, barusan lo bilang apa? Staff mau jemput gue?”
“Ah, iya barusan gue dapet dm. Kayaknya ntar tengah malem sih baru sampe kalo sekarang mereka baru berangkat.” Jelas Manda.
“Lo hubungin staff gue ada di rumah lo?”
“Engga bukan gitu, tadi tuh gue sempet ngetwit kalo gue liat lo dan tau nya akun gue rame pada ngetag jadi gue dapet dm deh mastiin bener atau engga kalo gue liat lo.”
“Oh.” Abijay mengangguk.
“Tapi gue penasaran, ini ngapain staff sampe dm gue segala. Emangnya lo ga bisa dihubungi atau lo sendiri yang ngasih tau mereka lo ada dimana gitu?”
“Handphone gue mati.”
Jawaban Abijay membuat Manda menghela nafas kasar.
“Kenapa lo ga minta charge aja sih, kan disini ada listrik kali.”
“Ya lupa.”
“Hadeuh dasar, Abijay.”
“Kalo gitu gue boleh ga pinjem chargernya?” Abijay mengeluarkan ponsel dari saku celana jeansnya.
Manda membalikan tubuhnya, ia membuka nakas yang berada disamping kasur lalu mengambil benda berwarna putih lalu memberikannya pada Abijay.
“Powerbank aja deh, nih.”
“Ah, okay thanks.“
“Lo dari tadi ga ada kepikiran buat kabarin orang-orang atau gimana deh?” Tanya Manda terheran.
“Kan gue bilang lupa.”
“Abijay, serius. Lo itu nyasar kesana kemari sampe ilang, dicariin orang banyak masa lupa?”
“Yang penting sekarang gue udah ketemu sama lo dan dibantuin bilang ke staff kan? Clear udah.” Jawab lelaki itu acuh.
“Si anjir.”
“Oh anjing.”
Abijay menatap Manda.
“Lo ngatain gue, Abijay? Gak salah denger kan gue?” Manda menatap Abijay dengan tatapan tak percaya.
“Bukan, duh sorry maksud gue tuh anjing tadi gue masih kepikiran dia perginya kemana.”